Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus anjlok dipicu pelemahan permintaan dari China dan kenaikan pasokan di India. Kedua negara tersebut adalah importir batu bara terbesar di dunia. Kebijakan baru Indonesia juga ikut menekan harga.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Senin (7/7/2025) ditutup di posisi US$ 109,75 per ton. Harganya ambruk 1%. Pelemahan ini memperpanjang tren buruk pasir hitam. Harga batu bara sudah jatuh tiga hari beruntun dengan pelemahan mencapai 3,72%.
Anjloknya harga batu bara disebabkan perkembangan di China dan India serta Indonesia.
Kebijakan impor batu bara China mulai bergeser, yang bisa berdampak pada pasar muatan dry bulk. Menurut laporan mingguan dari broker Intermodal.
Setelah mencetak rekor impor di tahun 2024, China kini memasuki fase penyesuaian. Data awal 2025 menunjukkan penurunan kedatangan batu bara melalui jalur laut, dipicu oleh kelebihan pasokan domestik, kebijakan energi baru, dan perubahan struktural permintaan .
Hingga Mei 2025, impor batu bara turun sekitar 8% secara tahunan. Proyeksi keseluruhan tahun ini menyebutkan potensi penurunan impor antara 50-100 juta ton, atau hingga 18% dari rekor 542,7 juta ton pada 2024.
Penurunan impor terjadi karena lonjakan produksi dalam negeri dan melemahnya permintaan. Produksi domestik China naik 6,6% pada Januari-April 2025. Ada ekspektasi tambahan 70-80 juta ton sepanjang tahun.
Sementara itu, permintaan pembangkitan listrik dari batu bara stagnan.
Konsumsi batu bara dari pembangkit turun 4% dari Januari-April, meskipun konsumsi listrik meningkat. Konsumen kini beralih ke energi terbarukan
Penggunaan energi angin dan surya kini mencapai 26% dari total pembangkitan, sedangkan batu bara turun di bawah 55%, dibandingkan di atas 80% satu dekade lalu.
Walaupun musim panas dapat meningkatkan permintaan jangka pendek, tren menurun impor kemungkinan besar berlanjut karena tingginya stok domestic.
Pembeli batu bara kini menahan pembelian karena stok masih tinggi. Beberapa produsen sempat mencoba menaikkan harga, namun permintaan dari pabrik masih lemah.
Dari India, mereka melaporkan produksi batu bara menembus angka 1.000 juta ton (1 miliar ton) pada Maret 2025, sebuah tonggak penting yang dicapai berkat reformasi kebijakan yang konsisten dan meningkatnya permintaan listrik.
Menurut laporan terbaru dari CareEdge, porsi batu bara domestik dalam total konsumsi naik dari 77,7% menjadi 82,5%, didukung oleh alokasi 184 tambang batu bara hingga Januari 2025.
Membaiknya kondisi pasokan dan dukungan kebijakan juga telah menyebabkan penurunan harga batu bara secara bertahap, tren yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun fiskal 2026 (FY26). India menargetkan untuk meningkatkan produksi domestik menjadi 1,15 miliar ton pada FY26, yang berpotensi memenuhi 83% dari total kebutuhan batu baranya, sekaligus memperkuat jalur menuju kemandirian energi yang lebih besar.
Dikutip dari India etvbharat, Direktur Senior di CareEdge Advisory Tanvi Shah mengatakan produksi batu bara di India meningkat secara signifikan, yang berdampak pada meningkatnya pembangkitan listrik dari PLTU berbahan bakar batu bara.
Namun, terdapat berbagai faktor seperti kebijakan pemerintah negara bagian, lokasi geografis, sumber pembangkitan listrik, infrastruktur jaringan listrik, dan kondisi cuaca yang turut mempengaruhi keandalan pasokan listrik, risiko pemadaman, dan keterjangkauan harga listrik.
Tanvi menekankan bahwa India kini memenuhi lebih dari 82% kebutuhan batu baranya melalui produksi dalam negeri.
Ketergantungan yang meningkat pada batu bara lokal ini telah membantu menurunkan biaya pembangkitan listrik di PLTU. Namun demikian, penghematan ini tidak serta-merta diterjemahkan menjadi tagihan listrik yang lebih murah bagi konsumen karena faktor-faktor lain seperti kerugian transmisi dan distribusi, biaya wheeling, subsidi pemerintah, serta berbagai pungutan lainnya.
Seiring upaya India mencapai target 1,15 miliar ton produksi pada tahun fiskal 2025/2026, pemerintah juga memastikan bahwa ketergantungan terhadap batu bara tidak mengorbankan keberlanjutan jangka panjang. Tanvi menegaskan bahwa salah satu langkah penting menuju keberlanjutan dalam penambangan batu bara adalah restorasi lahan bekas tambang.
Perusahaan seperti Coal India Limited (CIL) dan Singareni Collieries Company Limited (SCCL) sedang berupaya menghidupkan kembali area yang sebelumnya digali, melalui penanaman pohon dan perbaikan tanah. Upaya ini merupakan bagian dari program nasional yang lebih luas yaitu Green India Mission, yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang batu bara.
Tanvi juga menyebut bahwa langkah penting lainnya adalah pengujian teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS), yang didukung oleh Kementerian Energi dan organisasi lain.
Proyek percontohan ini masih dalam tahap awal, namun menunjukkan bahwa India sedang mengeksplorasi cara untuk mengurangi emisi industri, bahkan di sektor-sektor yang selama ini dikenal sebagai penyumbang emisi besar. Batu bara Bakal Dikenai Be Keluar
Pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar, terutama untuk produk emas dan batu bara. Pengenaan ini akan membebani eksportir dan produsen serta membuat batu bara Indonesia makin mahal.
Sebagai catatan, Indonesia adalah eksportir terbesar untuk batu bara thermal di dunia. Kebijakan bea keluar ini tentu akan berdampak kepada pasar batu bara global.
Hal ini terungkap dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersama Komisi XI DPR, hari ini, Senin (7/7/2025).
"Perluasan basis penerimaan bea keluar, diantaranya terhadap produk emas dan batu bara dimana pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM," papar Misbakhun.
Selama ini, beberapa komoditas seperti emas dan batu bara belum dikenakan bea keluar karena masih dalam bentuk bahan mentah.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro pun menjelaskan bahwa tarif bea masuk akan ditentukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kendati demikian, peraturan tetap akan diteken oleh Kementerian Keuangan.
"Sebenarnya tarifnya itu kalau emas dan batubara, kan jelas tadi itu tarifnya ditentukan oleh ESDM. ESDM mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk membuat PMK. Memang itu kan otoritas daripada Kementerian ESDM," ujar Fauzi H. Amro saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (7/7/2025).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)