MUI Keluarkan Fatwa Haram Sound Horeg, Ini Respons Kementerian Hukum

9 hours ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan fatwa terkait penggunaan Sound Horeg. Yakni, sound system yang jadi fenomena karena ukurannya yang besar dan tentu saja menghasilkan suara yang sangat keras.

Mengutip situs resmi MUI, fatwa itu dikeluarkan dalam Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Terdapat 6 poin yang ditekankan MUI dalam fatwa tersebut.

Dijelaskan, penggunaan sound horeg menimbulkan mudarat. Yaitu, kebisingan melebihi batas wajar dan berpotensi tabdzir dan idha'atul mal (menyia-nyiakan harta). Hal ini ditegaskan hukumnya haram secara mutlak.

Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Ma'ruf Khozin menjelaskan, pihaknya mendukung pemanfaatan kemajuan teknologi digital dalam kegiatan sosial dan budaya sebagai hal yang positif. Selama, tidak bertentangan dengan perundang-undangan dan tidak menyalai prinsip-prinsip syariah.

Setiap individu diakui memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain.

Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melewati batas wajar, dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan. Juga, bisa merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain.

Tak hanya itu, hukumnya haram jika memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemungkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga.

"Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, shalawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan hukumnya boleh," kata Ma'ruf Khozin, dikutip Sabtu (19/7/2025).

"Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan kerugiaan terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian," tambahnya.

Mengutip Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg, MUI pun meminta penyedia jasa, event organizer dan pihak terlibat dalam penggunaan sound horeg agar menjaga dan menghormati hak orang lain, keteertiban umum, serta norma agama.

"Meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menginstruksikan kepada Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota di Jawa Timur agar segera membuat aturan sesuai kewenangannya tentang penggunaan alat pengeras suara mulai dari perizinan, standar penggunaan, dan sanksi dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, termasuk norma agama," demikian poin rekomendasi Kedua dari Fatwa tersebut.

"Meminta kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk tidak mengeluarkan legalitas berkaitan dengan sound horeg, termasuk Hak Kekayaan intelektual )HKI) sebelum ada komitmen perbaikan dan penyesuaian sesuai aturan yang berlaku," bunyi rekomendasi Ketiga.

Diputuskan, Fatwa itu berlaku mulai tanggal ditetapkan, yakni 12 Juli 2025. Namun, dengan catatan akan diperbaiki/ disempurnakan jika diperlukan.

Kementerian Hukum Angka Bicara

Merespons Fatwa tersebut, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) Razilu mengatakan, ekspresi atau pertunjukan seni secara deklaratif akan mendapatkan hak cipta ketika dipertunjukkan ke publik.

"Namun jika pelaksanaannya berlebihan dan tidak terkontrol, maka berpotensi mendatangkan permasalahan. Apalagi jika sebuah pertunjukan seperti sound horeg yang dilakukan di ruang terbuka atau pemukiman yang melibatkan penonton dari berbagai kalangan dan rentang usia," katanya, dikutip dari situs resmi Kemenkum Kanwil Kepulauan Riau.

"Sebagai bentuk ekspresi seni, sound horeg harus mengikuti pada norma agama, norma sosial, dan ketertiban umum. Jika sudah menimbulkan kerusakan atau permasalahan, tentu bisa dibatasi. Apalagi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga memuat pembatasan tegas," tambah Razilu.

Pasal 50 UU Hak Cipta, sambungnya, telah menetapkan, setiap orang dilarang melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan negara.

Di sisi lain dia mengatakan, Fatwa MUI itu tidak melarang sound horeg secara total. Penggunaan dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, shalawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan hukumnya boleh.

"Jadi yang terpenting adalah mengatur perizinan dan melakukan monitoring saat pelaksanaan sound horeg, sehingga keterlibatan instansi-instansi yang lebih berwenang menjadi sentral terkait hal ini," tegasnya.

Sementara itu, Polda Jatim kini telah resmi melarang penggunaan sound horeg. Meski, tidak ditegaskan sanksi yang akan dikenakan jika masih menggunakan sound horeg.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Bea Cukai Tindak 800.000 Batang Rokok Ilegal di Jatim

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |