Survei: Makin Banyak Perusahaan Ogah Rekrut Pegawai Gen Z

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Lulusan perguruan tinggi dari Generasi Z menghadapi tantangan berat saat memasuki dunia kerja. Survei terbaru General Assembly mengungkap, lebih dari seperempat eksekutif mengaku tidak akan merekrut fresh graduate saat ini.

Alasannya bukan karena mereka tidak mampu mengerjakan tugas teknis, melainkan karena dinilai kurang memiliki keterampilan interpersonal atau soft skills.

Keterampilan yang dimaksud mencakup komunikasi, pemecahan masalah, kreativitas, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, hingga penyelesaian konflik. Keterampilan ini biasanya diasah melalui pengalaman langsung, bukan sekadar pembelajaran di kelas, dan sangat penting untuk kesuksesan karier.

"Minimnya soft skills membuat sejumlah perusahaan mengurangi perekrutan lulusan baru, yang berdampak pada pasar tenaga kerja AS secara luas," tulis laporan tersebut dilansir Forbes, Kamis (14/8/2026).

Laporan Strada Institute for the Future of Work dan Burning Glass Institute mencatat, lebih dari separuh lulusan S1 di AS mengalami underemployment (bekerja di bawah kualifikasi) setahun setelah lulus. Masalah ini juga menambah beban manajer, terutama setelah banyak perusahaan melakukan PHK di level manajemen menengah.

Riset Intelligent.com mencatat, 1 dari 5 manajer pernah mempertimbangkan resign karena stres mengelola pekerja Gen-Z. Sebanyak 75% manajer mengaku pekerja Gen-Z membutuhkan lebih banyak waktu dan sumber daya dibanding karyawan generasi lain.

Pandemi Disebut Penyebab Utama

Laporan Gartner menunjukkan, 46% pekerja Gen-Z mengaku pandemi membuat pencapaian tujuan pendidikan atau karier jadi lebih sulit. Selama pandemi, sebagian besar dari mereka bersekolah secara daring sehingga kehilangan kesempatan membangun keterampilan sosial, seperti bernegosiasi, berjejaring, berbicara di depan umum, dan beradaptasi dengan jam kerja panjang di lingkungan kantor.

Memang hard skills seperti kemampuan teknis tetap penting, misalnya menulis kode atau mengembangkan produk. Namun tanpa soft skills pekerja bisa kesulitan berkoordinasi dengan rekan kerja lintas tim atau berkomunikasi dengan atasan di tahap perencanaan proyek.

Menurut Forbes, mengabaikan talenta muda bukan solusi jangka panjang dan bisa merugikan bisnis. Gen-Z dikenal melek teknologi, adaptif, inovatif, berani, serta membawa perspektif segar dan keberagaman. Alih-alih menutup pintu, perusahaan disarankan memberikan pelatihan khusus untuk membangun soft skills.

Survei ResumeBuilder menunjukkan, 45% perusahaan sudah menawarkan kelas soft skills untuk karyawan Gen-Z, dan dua pertiga di antaranya mengaku program ini sukses besar. Penguatan soft skills sebaiknya dimulai sebelum lulus kuliah. Laporan Learning Policy Institute menegaskan, kurikulum pendidikan harus menekankan kompetensi seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, komunikasi efektif, kemandirian belajar, dan sikap akademis positif.

Sejumlah kampus di AS mulai membuat program khusus, seperti Business Power Skills Conference di Belmont University, Nashville, yang mengajarkan kemampuan komunikasi dan kepemimpinan kepada mahasiswa. Forbes menekankan, perusahaan tidak bisa menyalahkan Gen-Z jika mereka belum terlatih. Tanggung jawab ada pada generasi sebelumnya untuk mempersiapkan mereka melalui program pelatihan di tempat kerja, mentoring, dan onboarding yang berfokus pada penguatan soft skills.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |