Jakarta, CNBC Indonesia - Gaya hidup dan tuntutan gengsi kerap kali tak sejalan dengan kondisi dompet. Namun, demi menjaga citra di hadapan tetangga dan kerabat, banyak orang tetap memaksakan diri tampil penuh pesona, terutama di momen-momen istimewa.
Tak peduli miskin atau kaya, kebutuhan atas baju baru kerap dianggap simbol harga diri. Kebiasaan inilah yang berujung petaka bagi sepasang suami istri di Tanjung Priok, Jakarta, pada awal 1932. Di awal Mei, seorang istri merengek minta uang untuk beli baju baru.
Baju itu bakal digunakan untuk kegiatan ibadah, seperti pengajian hingga Lebaran. Sang suami, Telo bin Saleh, menolak karena sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Kala itu, tahun 1930-an, memang sedang terjadi krisis ekonomi global yang dikenal sebagai periode Malaise. Indonesia terkena dampaknya. Harga bahan pangan ikut naik. Pengangguran merebak. Angka kemiskinan meroket.
Kondisi makin parah ketika pemerintah kolonial abai menghadapi krisis. Sejarawan Onghokham dalam Runtuhnya Hindia Belanda (1987) menceritakan, pemerintah menolak melakukan langkah antisipatif dan perbaikan, salah satunya enggan mendevaluasi Gulden, seperti dilakukan negara lain.
Akibatnya, krisis ekonomi berlangsung sampai sembilan tahun, dari 1930-1939. Sepanjang itu, masyarakat harus hidup menderita, termasuk menimpa Telo. Sebagai kepala keluarga, Telo harus bisa menahan diri untuk hal tak perlu. Akan tetapi, istrinya tak mengerti.
Menurut harian de Indische Courant (9 Mei 1932), istri terus menerus meminta uang meskipun selalu berakhir penolakan. Bahkan, Telo sendiri selalu meminta istrinya agar memakai baju lama saja. Toh masih bagus.
Pikir Telo, alih-alih dipakai beli baju, uang lebih baik dialihkan untuk beli kebutuhan sehari-hari. Namun, istrinya lagi-lagi tak mengerti. Apapun keadaannya, baju baru harus tetap terbeli. Terlebih, untuk tampil di depan banyak orang.
Dalam laporan berbeda, de Indische Courant (15 Mei 1932) mengungkap setelah penolakan demi penolakan terjadi, keduanya pun bertengkar hebat. Emosi Telo memuncak saat istrinya mengeluarkan kata-kata hina yang menunjukkan kerendahan ekonomi.
Telo lantas gelap mata. Dia mengambil pisau dan menusuknya ke tubuh istri. Si istri kemudian tumbang bersimbah darah hingga tewas. Tanjung Priok pun ramai. Polisi langsung datang dan menahan Telo karena ada unsur pidana.
Lewat kisah ini, kita belajar jika memaksakan diri untuk mengejar standar sosial tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan maka akan berakibat fatal. Sudah seharusnya hidup sederhana dan bijak dalam menakar kemampuan diri, apalagi di tengah tekanan ekonomi yang tak menentu.
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belajar dari Nabi Muhammad, Ini Cara Agar Selamat dari Krisis Ekonomi