Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami koreksi tipis sepanjang pekan ini. Dalam tiga hari terakhir, pergerakan IHSG berat, selalu berakhir di zona merah meskipun sempat bergerak di zona hijau.
Pada perdagangan hari ini, indeks sempat dibuka menguat 0,5% namun tak lama kemudian kembali terperosok ke zona merah, berada di posisi 6.861,93. Lantas, sejak 19 Juni lalu, indeks acuan utama pasar modal RI itu belum berhasil kembali ke level 7.000.
Menurut para analis, IHSG sedang stagnan karena tekanan jual dari investor asing, ditambah ketidakpastian global dan domestik, serta belum ada sentimen fundamental kinerja emiten. Investor saat ini cenderung menunggu kepastian sebelum mengambil langkah besar.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan indeks saat ini bergerak sideways, artinya tidak menunjukkan tren naik atau turun yang jelas, tapi berfluktuasi dalam rentang sempit, yaitu antara 6.820 sampai 6.980. Ini menggambarkan pasar yang lesu atau sedang menunggu kepastian arah alias wait and see.
"Untuk alasannya sendiri berbagai faktor, pertama kalau asing memang sedang net sell terus dari pasar kita, karena kekhawatiran global juga kan dan untuk tarif AS-Indonesia juga belum jelas," ujar Ekky kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/7/2025).
Selain itu, ia menyebut kinerja emiten perbankan, yang biasanya jadi pilihan unggulan investasi asing saat ini mengalami perlambatan kinerja. Menurut Ekky, investor asing itu tidak bisa berinvestasi sembarangan karena pasar Indonesia kecil.
"Jadi masuknya ya, ke saham saham tertentu saja, kalau pilihan saham yang sedikit ini kinerjanya melemah, ya wajar belum kembali," katanya.
Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan rilis laporan keuangan kuartal II-2025 yang masih masih berlangsung, diperkirakan hasilnya secara umum masih stagnan.
"Jadi dorongan dari fundamental masih minim," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/7/2025).
Sementara itu, Rudiyanto mengatakan investor asing masih menempatkan porsi investasi di Indonesia lebih kecil alias underweight lantaran beberapa kebijakan pemerintah. Meskipun pemerintah telah melakukan beberapa revisi untuk mengubah pandangan investor, ia menyebut masih butuh waktu karena menunggu realisasi perubahan kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi RI.
"Secara umum Indonesia oleh asing masih dipandang sebagai negara berbasis komoditas, dengan harga komoditas yang stagnan atau turun, maka belum ada story yang menarik untuk Indonesia," kata Rudiyanto.
Dari sisi domestik, Ekky mengatakan keadaannya juga sama, investor belum melakukan aksi beli besar lagi. Ia berpendapat, kondisi ini disebabkan oleh likuiditas yang kering, ada juga yang sedang menunggu momentum, serta banyak juga yang dananya sedang ditempatkan untuk book building perusahaan yang hendak melakukan initial public offering (IPO).
"Karena saat ini kan ada banyak emiten [hendak] IPO, jadi market beberapa hari ini cenderung sepi," terang Ekky.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Ini Penyebab IHSG Longsor 2% Pada Pagi Ini