Jakarta, CNBC Indonesia — Sektor Jasa Keuangan Indonesia hanya berhasil tumbuh tipis di batas bawah target sepanjang Kuartal I-2025. Meski demikian, beberapa faktor disebut bisa meningkatkan pertumbuhan pada paruh kedua tahun ini.
Sebagai gambaran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan per Maret 2025 sebesar 9,16% secara tahunan (yoy), menjadi Rp 7.908 triliun sepanjang kuartal I-2025. Target kredit untuk tahun 2025 sebesar 9%-11%.
Sejalan dengan itu, OJK juga menargetkan penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 220 triliun di tahun ini. Namun, per April 2025, penghimpunan dana di pasar modal lewat penawaran umum tercatat sebesar Rp 56,06 triliun dengan Rp 3,31 triliun di antaranya merupakan fund raising 6 emiten baru.
Meskipun begitu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar optimis kondisi ini bisa membaik. Pasalnya, kini ketidakpastian global tak lagi dilihat sebagai ancaman penuh, melainkan sebagai bagian dari dinamika risiko yang dapat diantisipasi.
"Sehingga ke depan dalam paruh kedua ini berharap bahwa kondisi tadi bisa membaik dan lebih kuat dibandingkan pada kuartal pertama maupun kemungkinan di kuartal kedua paruh pertama tahun ini," jelas Mahendra dalam acara Power Lunch, Economic Update CNBC Indonesia, Selasa, (24/6/2025).
Ia mengakui bahwa stabilitas global masih penuh tantangan, terutama dari sisi suku bunga yang belum menunjukkan tanda penurunan signifikan. Namun, tekanan terhadap suku bunga diharapkan bisa mereda jika kondisi global menunjukkan kepastian lebih lanjut.
Mahendra menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara besar juga akan turut memengaruhi Indonesia. Ia menyebut Amerika Serikat memiliki ketahanan cukup baik, sedangkan pertumbuhan China cenderung lebih lemah dari perkiraan awal tahun.
China yang merupakan mitra dagang dan investasi terbesar Indonesia dinilai sangat menentukan arah pertumbuhan ekonomi RI. Oleh karena itu, perlambatan di Negeri Tirai Bambu akan memberi dampak signifikan terhadap prospek domestik.
Sementara itu, Mahendra juga menyoroti perkembangan perang dagang yang dipicu Amerika Serikat. Jika tarif 10% yang direncanakan Presiden Trump diterapkan secara menyeluruh dan disertai kepastian, maka pelaku usaha dapat lebih berani mengambil keputusan.
"Tapi kalau itu 10% berlaku menyeluruh dan ada kepastian bahwa tidak akan naik lagi dalam waktu dekat. Maka mungkin bisa memberikan sedikit kepastian dan ruang untuk bisa merespon dari berbagai pihak. Termasuk dari para pengusaha, pelaku bisnis, investor yang akan lebih berani melakukan investasinya," tandasnya.
Dari sisi domestik, OJK juga menyoroti kesiapan pemerintah dalam merealisasikan belanja negara secara lebih masif pada kuartal III dan IV. Pengeluaran melalui proyek prioritas kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah akan memberi tambahan dorongan ekonomi.
Apabila realisasi belanja pemerintah berjalan sesuai rencana, maka momentum pertumbuhan bisa terangkat lebih tinggi. Mahendra menilai, kombinasi dari pemulihan global dan stimulus fiskal domestik ini akan memperkuat ekonomi Indonesia ke depan.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK: Target Pertumbuhan Kredit 9%-11% Realistis