loading...
Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto sekaligus Dosen Magister Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) menjadi moderator dalam diskusi yang menghadirkan Staf Khusus KSAL Laksda TNI Kresno Buntoro; pemerhati intelijen dan keamanan La
JAKARTA - Indonesia perlu mengontrol Laut Nusantara untuk menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS). Hal itu sebagai respons atas diplomasi maritim Republik Rakyat China (RRC) yang semakin agresif akhir-akhir ini.
Selain itu, hukum laut internasional (UNCLOS), kode etik perilaku di Laut China Selatan (LCS), dan berbagai inisiatif yang dilakukan Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga bisa menjadi landasan yang relevan bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN dalam merespons dan situasi geopolitik yang akhir-akhir ini berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Potensi ketegangan yang mungkin terjadi akibat upaya perluasan pengaruh RRC dan kehadiran kekuatan-kekuatan luar kawasan akan dapat dihadapi bila Indonesia meningkatkan kapasistasnya sehingga mampu mengontrol wilayah maritim kepulauan Nusantara, seperti yang pernah berlangsung pada masa keemasan peradaban Indonesia.
Baca juga: 2 Negara Tetangga Indonesia Ini Berani Menggertak China
Gagasan di atas merupakan intisari dari diskusi yang melibatkan pemerhati, praktisi, dan akademisi, yang berjudul “Diplomasi Maritim China di Asia Tenggara: Pandangan dari Indonesia,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Kamis 19 Juni 2025.
Ketua FSI Johanes Herlijanto mengatakan, diskusi tersebut merupakan upaya untuk memahami apa yang RRC ingin capai melalui diplomasi maritimnya di Asia Tenggara akhir-akhir ini, dan bagaimana Indonesia sebaiknya merespons terhadap siasat yang dilaksanakan oleh RRC itu.
Menurut pemerhati China dari Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, upaya untuk memahami tujuan diplomasi RRC menjadi sangat penting karena negara itu diduga berupaya untuk mendapatkan kembali apa yang mereka anggap sebagai teritorial mereka yang hilang. “Salah satu yang mereka anggap sebagai teritori mereka adalah kawasan LCS, yang juga mencakup Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna,” tuturnya, Jumat (20/6/2025).
Baca juga: Inilah 5 Negara yang Klaim Laut China Selatan, China Terluas hingga Hampir 90%
Pakar hukum Laksamana Muda (Laksda) TNI Kresno Buntoro berpandangan konflik yang terjadi di LCS merupakan masalah lama yang belakang kembali mencuat ke permukaan. Kresno mencontohkan LCS dengan sembilan garis putus putus milik RRC sebenarnya telah dipublikasikan secara resmi pada 2009.
“Dalam peta tersebut tidak terdapat tanggal dan datum. Tidak terdapat pula penggunaan garis pangkal dan klaim pulau atau laut yang lain. Selain itu, tidak ada penjelasan apakah garis-garis yang putus-putus tersebut harus dihubungkan,” katanya.