Masih Saudara sama LABS, Begini Prospek Saham IPO CHEK!

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten distibutor alat kesehatan PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK) bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan depan.

Melalui Initial Public Offering (IPO), CHEK melepas sebanyak 815.000.000 saham atau 20,04% dari total modal ditempatkan dan disetor dengan nilai nominal Rp20 per saham.

Adapun, harga yang ditawarkan untuk publik dari rentang Rp120- Rp140 per saham. Jadi, dana segar yang bisa diraup mencapai Rp97,8 miliar - Rp114,1 miliar.

Untuk memuluskan aksi korporasi ini, CHECK menunjuk Lotus Andalan Sekuritas (YJ) sebagai penjamin emisi atau Underwriter (UW).

Satu tahun lalu, YJ pernah membersamai aksi korporasi IPO, PT UBC Medical Indonesia Tbk (LABS), emiten ini masih saudara satu induk dengan CHEK.

Pada hari pertama LABS listing, harga saham berhasil terbang sampai Auto Reject Atas (ARA). Reli kuat ini juga masih berlanjut sampai sehari setelahnya. Lalu pada hari ketiga penguatan sudah mulai susut, meskipun opening sempat naik 18%, tetapi kempes pada akhir sesi menjadi 6% saja. Hari berikutnya, harga saham LABS sudah mulai koreksi.

Adapun berikut perkiraan jadwal IPO CHEK

  • Masa Penawaran Awal : 23 - 25 Juni 2025
  • Tanggal Efektif : 30 Juni 2025
  • Masa Penawaran Umum : 2 - 8 Juli 2025
  • Tanggal Penjatahan : 8 Juli 2025
  • Tanggal Distribusi Saham Secara Elektronik : 9 Juli 2025
  • Tanggal Pencatatan Saham di Bursa Efek : 10 Juli 2025

Penggunaan Dana IPO CHEK

Rencananya, seluruh dana yang diperoleh dari hasil IPO ini setelah dikurangi biaya-biaya emisi efek, akan digunakan untuk modal kerja.

Dana yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional sehari-hari perusahaan, seperti pengadaan barang dagangan, biaya logistik, sewa tempat, aktivitas penjualan, serta kebutuhan administratif lainnya.

Alokasi dana untuk keperluan modal kerja ini berkaitan dengan rencana perusahaan untuk berpartisipasi dalam sejumlah proyek pengadaan alat kesehatan yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu program SIHREN, SOPHI, dan InPLUS.

Hingga pertengahan Juni 2025, keterlibatan CHEK dalam proyek-proyek tersebut masih berada pada tahap evaluasi administrasi dan teknis. Perusahaan telah dinyatakan lolos seleksi awal (eligible), tetapi belum mencapai tahapan negosiasi harga maupun penetapan pemenang tender. Untuk program SOPHI, dokumen penawaran telah diserahkan dan proses pembukaan dokumen dijadwalkan berlangsung pada Juli 2025.

Selain itu, CHEK juga mengikuti tender untuk produk kesehatan HPV-DNA (dengan merek DB-XACT) yang tercantum di e-Katalog LKPP. Produk ini telah diklasifikasikan sebagai alat kesehatan dalam negeri (AKD) dan saat ini perusahaan berada di peringkat ketiga dalam proses seleksi berdasarkan spesifikasi.

Apabila pengadaan dilakukan bersama pihak terafiliasi, maka transaksi tersebut termasuk dalam kategori transaksi afiliasi sesuai ketentuan POJK 42/2020. Meski demikian, karena bersifat rutin dan terkait operasional, perusahaan tidak wajib melaporkannya ke OJK, namun tetap harus memastikan prosedur bisnis yang wajar. Jika nilai transaksi melebihi 20% dari total ekuitas, maka hal itu juga masuk dalam kategori transaksi material berdasarkan POJK 17/2020 dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan maupun laporan tahunan.

Hubungan CHEK dan LABS Ternyata Masih Satu Saudara

LABS yang sudah lebih dulu menjadi saham publik, ternyata masih punya ikatan saudara dengan CHEK dari satu induk usaha, yaitu PT Optel Investama Mulia, adapun berikut rincian kepemilikan dari induk usaha terhadap dua anak usahanya yang sudah jadi perusahaan publik :

Struktur Kepemilikan CHEKFoto: Prospektus
Struktur Kepemilikan CHEK

Karena terdapat hubungan kekerabatan, relasi antara kedua entitas ini juga tercermin dalam kegiatan bisnis, termasuk di antaranya keterkaitan pada struktur manajemen kunci serta adanya utang-piutang usaha di antara keduanya.

Dari sisi manajemen, terdapat Nathan Tirtana yang menjabat sebagai Komisaris di LABS dan sekaligus mengemban posisi Komisaris Utama di CHEK.

Sebagai catatan, Nathan Tirtana merupakan pendiri sekaligus CEO PT Etana Biotechnologies Indonesia, perusahaan yang juga memiliki sejumlah transaksi afiliasi dan berkontribusi terhadap pendapatan CHEK.

Selain itu, Franciscus Xaverius Yoshua Raintjung diketahui menjabat sebagai Direktur Utama di kedua perusahaan tersebut. Adapun Marcella Angelin yang menjabat sebagai Direktur di CHEK, juga merangkap peran sebagai Direktur Keuangan di LABS dan termasuk dalam jajaran manajemen kunci di sana.

Berikut hubungan transaksi afiliasi antara Etana dan LABS terhadap CHEK :

Transaksi Afiliasi CHEK, LABS, dan EtanaFoto: Prospektus
Transaksi Afiliasi CHEK, LABS, dan Etana

Profitabilitas Stabil Tapi Bergantung Kontrak 

Dari sisi profitabilitas, kinerja CHEK menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan positif. Pendapatan perusahaan tumbuh rata-rata sekitar 14% setiap tahunnya. Laba bersih juga mengalami kenaikan, dari Rp13,05 miliar pada tahun 2022 menjadi Rp15,17 miliar di tahun 2024.

Meski begitu, ada hal yang perlu diperhatikan, khususnya terkait margin laba bersih (Net Profit Margin/NPM) yang mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2022, NPM tercatat sebesar 11,10%, turun menjadi 10,36% di 2023, dan kembali menyusut menjadi 9,80% di akhir 2024.

Penurunan margin ini mencerminkan potensi risiko dari sisi biaya operasional yang terus meningkat, walaupun pendapatan tetap bertumbuh. CHEK sendiri berperan sebagai distributor yang menjembatani merek alat kesehatan internasional seperti Bio-Rad, Thermo Fisher, Siemens, dan lainnya ke berbagai rumah sakit di Indonesia.

Profitabilitas CHEKFoto: Prospektus
Profitabilitas CHEK

Sebagai distributor resmi, perusahaan memiliki kerja sama kontraktual dengan brand-brand global tersebut. Namun perlu dicatat, kontrak tersebut bersifat sementara dan memiliki masa berlaku tertentu.

Hal ini menjadi salah satu risiko utama dalam model bisnis CHEK, karena ketergantungan pada perjanjian yang tidak bersifat permanen. Jika kontrak tidak diperpanjang, maka keberlangsungan bisnis bisa terancam. Kecuali perusahaan mampu menjalin kemitraan baru dengan merek lain yang setara atau memperpanjang kerja sama dengan syarat yang tetap menguntungkan.

Valuasi Premium

Dari sisi valuasi, harga saham IPO CHEK bisa dibilang cukup tinggi. Untuk 20% saham baru yang ditawarkan ke publik, perusahaan menargetkan dana hingga Rp114 miliar. Padahal, nilai ekuitas pemegang saham pengendali yang memiliki 79,96% saham hanya sekitar Rp93,2 miliar.

Jika dibandingkan, investor publik membayar sekitar 4,9 kali lebih mahal dibandingkan nilai modal yang dimiliki oleh pemilik lama.

Selisih signifikan antara nilai ekuitas dan dana yang dihimpun lewat IPO ini menimbulkan pertanyaan: apakah perusahaan memang benar-benar membutuhkan pendanaan tambahan?

Jika dilihat dari sisi kebutuhan operasional, modal kerja bersih CHEK yang dihitung dari piutang dan persediaan tercatat sekitar Rp68,8 miliar pada tahun 2024. Kebutuhan ini sebetulnya dapat ditutupi melalui beberapa sumber: utang usaha sebesar Rp25,6 miliar, saldo kas dan investasi di reksa dana senilai Rp19 miliar, serta fasilitas kredit senilai Rp10 miliar yang bahkan sudah dilunasi sebelum pelaksanaan IPO.

Artinya, secara finansial perusahaan sebenarnya masih mampu menjalankan operasionalnya tanpa tambahan dana dari pasar modal. Meski demikian, dana hasil IPO ini direncanakan akan difokuskan untuk mendukung program pemerintah, khususnya dalam pengadaan alat kesehatan, sehingga tetap ada alasan strategis di balik langkah penawaran umum ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |