Pekan Neraka: RI Hadapi "Badai" Data Ekonomi, Kabar Genting AS dan China

4 hours ago 2
  • Pasar keuangan Indonesia mengakhiri perdagangan berakhir beragam pada pekan lalu, IHSG menguat sementara rupiah ambruk
  • Wall Street kompak ambruk pada perdagangan pekan lalu di tengah kekhawatiran mengenai data ekonomi AS
  • Data PDB kuartal II-2025, cadev, rilis kinerja keuangan hingga data-data ekonomi China akan menggerakkan pasar keuangan hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air diharapkan bisa melanjutkan hajatannya pada bulan ini, meskipun kemungkinan akan terdapat koreksi wajar terutama pada pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melesat dan mampu bertahan di level psikologis 7.500. Sayangnya hal ini berbanding terbalik dengan perjalanan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang justru melemah dan menembus level psikologis Rp16.400/US$1.

Di sepanjang pekan ini masih akan ramai sentimen dari perundingan tarif dagang AS dengan beberapa negara termasuk dengan salah satu negara dengan perekonomian terbesar dunia, China.

Selain itu, musim rilis kinerja keuangan hingga hasil pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 juga menjadi dorongan bagi pasar keuangan Tanah Air. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

Pada perdagangan Jumat (1/8/2025), IHSG ditutup menguat 0,71% di level 7.537,77. Penguatan ini menjadi daya tarik bagi investor usai kejatuhan IHSG selama dua hari beruntun pada perdagangan sebelumnya setelah melesat tajam di sepanjang Juli 2025 sebesar 8,04%.

Sebanyak 357 saham naik, 255 turun, dan 189 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp14,97 triliun yang melibatkan 29,09 miliar saham dalam 1,71 juta kali transaksi. Investor asing masih mencatat net sell sebesar Rp 74,04 miliar. Secara keseluruhan, net sell tercatat Rp 2,5 triliun pada peka lalu.

Nyaris seluruh sektor perdagangan menguat pada perdagangan akhir pekan kemarin, dengan hanya sektor kesehatan, properti dan industri yang mengalami koreksi. Adapun sektor barang baku, utilitas, teknologi dan finansial mengalami kenaikan paling tinggi.

Emiten-emiten blue chip juga tercatat menjadi penggerak utama kinerja IHSG. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang baru mengumumkan kinerja keuangan kuartal kedua menjadi penopang utama kinerja IHSG dengan sumbangan 11,39 poin.

Sementara itu, PT Chandra Asri Pasific Tbk (TPIA) menyumbang kenaikan 7,32 indeks poin dan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang menguat 0,81% ke Rp 3.740 per saham menjadi penggesrak IHSG dengan kontribusi 5 indeks poin.

Perdagangan IHSG akhir pekan kemarin juga dibayangi oleh aktivitas manufaktur Indonesia yang masih terkontraksi pada Juli 2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global Jumat (1/8/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 49,2 pada Juli 2025 atau mengalami kontraksi, artinya PMI sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun.

Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9), dan Juli (49,2). PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (1/8/2025) ditutup melemah 0,21% di level Rp16.485/US$1. Pelemahan ini menjadi penurunan rupiah terhadap dolar AS selama dua hari beruntun dan terburuk sejak 23 Juni 2025.

Pelemahan nilai tukar rupiah pada perdagangan akhir pekan kemarin seiring dengan rilis sejumlah data ekonomi Indonesia.

Salah satunya adalah data aktivitas sektor manufaktur Indonesia yang kembali menunjukkan kontraksi. Berdasarkan laporan S&P Global yang dirilis Jumat (1/8/2025), Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat sebesar 49,2 pada Juli 2025. Angka ini berada di bawah ambang batas 50, yang menjadi penanda fase kontraksi dalam aktivitas industri.

Tekanan terhadap rupiah juga datang dari data inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Pada Juli 2025, inflasi tercatat sebesar 0,30% secara bulanan (mtm) dan 2,37% secara tahunan (yoy). Inflasi terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencatat kenaikan 0,74% dengan andil 0,22%. Komoditas utama penyumbang inflasi adalah beras, dengan andil sebesar 0,06%.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja yang solid. BPS mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$4,1 miliar pada Juni 2025. Ini menjadi surplus bulanan ke-62 secara berturut-turut sejak Mei 2020.

"Pada Juni 2025, neraca perdagangan surplus US$4,1 miliar, melanjutkan tren surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ungkap Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers Jumat (1/8/2025).

Dari faktor eksternal, penguatan indeks dolar AS yang terus berlanjut dan tercatat telah mengalami penguatan selama enam hari beruturut-turut, yang mencerminkan tingginya permintaan terhadap dolar AS, yang pada akhirnya dapat menekan nilai tukar negara berkembang termasuk rupiah.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (1/8/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau stagnan di level 6,58% atau tertinggi sejak 17 Juli 2025.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |