Perusahaan Jepang Ramai-Ramai Hengkang dari Bursa Tokyo, Ada Apa?

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren emiten Jepang keluar dari Bursa Efek Tokyo (TSE) semakin marak. Bahkan, fenomena belakangan memecahkan rekor dalam lebih dari satu dekade terakhir.

Melansir The Japan Times, fenomena ini mencerminkan lonjakan aksi korporasi dan manajemen buyout di tengah meningkatnya tekanan untuk penggunaan modal yang lebih efisien.

Setidaknya ada 59 perusahaan yang telah atau berencana delisting dari TSE dalam paruh pertama tahun ini. Angka itu naik dari 51 pada periode yang sama tahun lalu dan merupakan yang tertinggi sejak data dicatat pada 2014.

Jika tren ini berlanjut, maka jumlah perusahaan yang hengkang dari TSE sepanjang 2025 akan melampaui rekor tahunan tahun lalu sebesar 94 perusahaan. Fenomena ini mencerminkan upaya TSE untuk menjadikan pasar Jepang lebih menarik bagi investor asing.

Bursa Tokyo mendorong perusahaan tercatat untuk memberikan imbal hasil lebih tinggi kepada pemegang saham. Perusahaan yang gagal memenuhi standar kinerja berisiko didepak dari bursa.

TSE juga mendesak perusahaan untuk meningkatkan valuasi dan memutus keterkaitan yang terlalu erat antar perusahaan dalam bentuk kepemilikan silang. Reformasi ini membuat saham Jepang menjadi salah satu yang berkinerja terbaik di dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Reformasi tersebut juga mendorong meningkatnya tekanan dari pemegang saham aktivis kepada manajemen perusahaan. Investor kini semakin vokal menuntut buyback saham dan aksi korporasi lainnya untuk meningkatkan imbal hasil.

"Penurunan jumlah perusahaan tercatat akibat aktivasi pasar modal adalah perkembangan yang patut disambut," ujar Hiroshi Matsumoto, manajer portofolio senior di Pictet Japan.

Jepang kini mengikuti jejak pasar AS dan Inggris yang lebih ketat dalam aturan pencatatan dan didorong oleh berkembangnya pendanaan privat.

Sejak tahun lalu, TSE menyatakan bahwa kualitas perusahaan tercatat lebih penting daripada jumlahnya. "Apa yang dilakukan TSE berjalan sesuai rencana," ujar Hajime Nakajima, direktur pelaksana di Deloitte Tohmatsu Equity Advisory.

Ia menambahkan bahwa perusahaan dengan valuasi murah akan semakin menjadi target M&A dan manajemen buyout. Akibatnya, semakin banyak perusahaan yang keluar dari pasar.

Jumlah perusahaan tercatat di Bursa Tokyo turun menjadi 3.842 pada tahun lalu. Ini merupakan penurunan pertama sejak penggabungan TSE dan Bursa Osaka pada 2013, tidak termasuk pasar Tokyo Pro.

Berdasarkan perhitungan Bloomberg, jumlah tersebut diperkirakan turun lagi menjadi 3.808 pada akhir Juni. TSE sebelumnya telah merestrukturisasi pasarnya menjadi tiga segmen: Prime, Standard, dan Growth sejak 2022.

Sejak itu, TSE mendesak perbaikan tata kelola perusahaan dan peningkatan nilai pemegang saham. Masa transisi bagi perusahaan yang tidak memenuhi standar berakhir pada Maret lalu.

Perusahaan-perusahaan tersebut dijadwalkan untuk delisting paling cepat pada Oktober 2026 jika tetap tidak memenuhi kriteria. Banyak perusahaan keluar dari TSE setelah diakuisisi oleh perusahaan lain atau dana investasi.

Contohnya, ID&E, perusahaan konsultansi konstruksi, diambil alih sepenuhnya oleh Tokio Marine, perusahaan asuransi umum yang tertarik pada kemampuan ID&E dalam mitigasi bencana. Pedoman akuisisi yang dikeluarkan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang pada 2023 juga mempercepat gelombang M&A.

Dalam kasus di mana perusahaan induk dan anak usahanya sama-sama tercatat, yang lazim di Jepang namun kerap menimbulkan konflik kepentingan, perusahaan induk mulai melakukan buyout. Akuisisi oleh Nippon Telegraph & Telephone terhadap anak usahanya NTT Data Group menjadi salah satu contohnya.

Kenaikan biaya mempertahankan status perusahaan terbuka dan tekanan dari investor aktivis turut mendorong lonjakan buyout oleh manajemen. Misalnya, I'rom Group bekerja sama dengan firma investasi AS, Blackstone, untuk melakukan privatisasi sahamnya.

Tao Zhiyuan, manajer portofolio di AllianceBernstein Japan, menilai sektor kimia Jepang punya banyak saham niche yang menarik. Namun banyak dari saham tersebut terlalu kecil bagi dana global, dan konsolidasi lewat M&A akan meningkatkan daya tarik Jepang bagi investor asing.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Sri Mulyani Mau Revisi Pajak Merger & Akuisisi, Bos Bursa Bilang Gini

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |