Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) angkat suara perihal rencana pemerintah yang akan mengubah kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sektor mineral dan batu bara (minerba) dari yang sebelumnya per 3 tahun, menjadi per 1 tahun sekali.
Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan sebelum menyetujui RKAB yang diajukan oleh pengusaha, pemerintah sewajarnya melihat kebutuhan nikel dunia. Bak nasi sudah menjadi bubur, kelebihan pasokan nikel dunia saat ini berdampak pada anjloknya harga nikel akibat produksi yang berlebih, salah satunya dari Indonesia.
"Dari situ kita bisa menghitung berapa persetujuan RKAB yang bisa diberikan kepada pelaku-pelaku usaha tambangnya, sehingga terjadi balancing," kata Meidy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Rabu (9/7/2025).
Menurut catatannya, sejak tahun 2023 lalu, Indonesia menyumbang kelebihan pasokan nikel dunia hingga 31%. Di tahun 2024, Indonesia menyumbang 16%.
Nah, di tahun 2025 ini, total persetujuan RKAB nikel mencapai 364 juta ton, alias lebih tinggi dibandingkan tahun 2024 lalu.
"Ya, karena berulang-ulang saya sampaikan sejak 2022 itu kita sudah over banget, lho. Tapi realisasinya tahun ini saja RKAB 2024 persetujuan RKAB itu di 319 juta (ton), yang terserap cuma 220 juta (ton). Itu di 2024. Nah, 2025 ini karena masih persetujuan 3 tahun, ya, di 2025 ini, kan, sudah 364 juta (ton) persetujuan RKAB-nya," bebernya.
Menurut perhitungannya, RKAB yang sudah disetujui oleh pemerintah untuk tahun 2025 ini juga tidak akan terserap sepenuhnya. Terbukti, dari Januari-Juni 2025, serapan dari produksi nikel dalam negeri baru mencapai 120 juta ton.
"Ini prediksi kami di tahun kuartal ketiga, kuartal keempat ini akan terserap sampai 150 juta (ton)," katanya.
Dengan begitu, dia mengatakan penambang nikel dalam negeri mengajukan RKAB berdasarkan jumlah cadangan yang tersedia, sedangkan pemerintah yang seharusnya memperhitungkan berapa RKAB yang disetujui untuk menyeimbangkan produksi dengan permintaan pasar.
"Jadi, kalau IUP saya, misalnya, cadangan sekian, FS saya sekian, data eksplorasi saya sekian, itulah pengajuan kita. Nah, itu tidak dihitung dengan berapa kapasitas demand-nya. Nah, ini, kan, yang harus di-balancing dulu," tandasnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai-Ramai Pengusaha Nikel Curhat, Ternyata Gegara Ini