Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) menggelar latihan Angkatan Udara besar-besaran yang berfokus pada kawasan Indo-Pasifik, sebagai persiapan menghadapi potensi konflik dengan China. Latihan ini menjadi bagian dari strategi militer Washington untuk memperkuat pencegahan terhadap ancaman dari Beijing, terutama soal Taiwan.
Latihan berskala departemen (Department-Level Exercise/DLE) ini dimulai sejak Selasa (8/7/2025) dan melibatkan lebih dari 12.000 personel dari Angkatan Udara dan Angkatan Antariksa AS, serta lebih dari 350 pesawat tempur. Skenario latihan difokuskan pada simulasi pencegahan terhadap ancaman nyata dan kemungkinan serangan di wilayah Pasifik.
"Kemampuan kami untuk bertempur dan menang di wilayah sengketa bergantung pada kesiapan tim kami untuk merespons secara cepat, bahkan dari lokasi yang jauh dari markas utama," kata Jenderal Kevin Schneider, Komandan Angkatan Udara Pasifik AS, dalam pernyataan resminya, seperti dikutip Newsweek pada Kamis (10/7/2025).
Latihan ini digelar di tengah kekhawatiran Washington terhadap perkembangan pesat kekuatan militer China. Pentagon telah menyebut China sebagai "ancaman yang terus meningkat" terhadap keamanan AS, terutama karena modernisasi militer Negeri Tirai Bambu, termasuk persenjataan rudal yang diklaim mampu menjangkau pangkalan militer dan kapal perang AS di Pasifik barat.
Taiwan menjadi titik panas dalam ketegangan antara dua negara. Beijing bersumpah akan "menyatukan" Taiwan, dengan kekuatan jika perlu, sementara AS berkomitmen untuk menjaga stabilitas di kawasan yang disebutnya sebagai "wilayah prioritas".
"Latihan ini, yang pertama sejak Perang Dingin, menjadi tonggak penting bagi kesiapan tempur Angkatan Udara dan Antariksa kami," ujar Troy Meink, Sekretaris Angkatan Udara AS.
"Kami mengintegrasikan kekuatan dengan sekutu dan mitra di kawasan dalam simulasi realistis untuk menghadapi tantangan keamanan nasional," lanjutnya.
Sebagai bagian dari latihan, AS juga mengerahkan pesawat pengebom strategis B-52H ke Pangkalan Andersen di Guam dari Dakota Utara, sebagai bagian dari misi rotasi Satuan Tugas Pengebom (Bomber Task Force). Langkah ini menunjukkan kesiapan AS untuk menggelar kekuatan dari berbagai lokasi strategis di Indo-Pasifik.
"Kami membangun kepercayaan dan kemampuan bersama sekutu melalui perencanaan dan operasi terkoordinasi di seluruh Pasifik," kata Jenderal David Allvin, Kepala Staf Angkatan Udara AS. "Penerbang kami harus mampu berpikir taktis dan fleksibel, mendobrak status quo operasional."
Jenderal Schneider menambahkan bahwa pasukan AS kini dilatih untuk beroperasi dalam kondisi ekstrem dan tidak ideal. "Kita harus siap bergerak dengan jaringan yang terganggu dan rantai logistik yang tidak stabil. Pasukan harus mandiri, gesit, dan adaptif," tegasnya.
Hingga kini belum ada tanggapan resmi dari China, namun para analis memperkirakan Beijing bisa saja meningkatkan aktivitas militernya di sekitar Taiwan sebagai bentuk respons.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Kesal ke Tetangga RI, Langsung Terjunkan Militer ke Wilayah Ini