Jakarta, CNBC Indonesia - Perang biasanya membawa penderitaan, kehancuran, dan ketidakpastian. Namun bagi Amerika Serikat (AS), konflik global justru menghadirkan peluang ekonomi yang besar.
Dari krisis perang Rusia-Ukraina hingga meningkatnya ketegangan di Timur Tengah pasca serangan Israel ke Iran, berbagai sektor strategis di Negeri Paman Sam justru mencetak keuntungan luar biasa.
Keuntungan tersebut diperoleh melalui kenaikan harga minyak, lonjakan nilai tukar dolar hingga bisnis senjata.
1. Produsen Terbesar Minyak Dunia
Amerika Serikat saat ini adalah salah satu produsen minyak bumi terbesar di dunia, bahkan kerap menduduki peringkat pertama dalam hal produksi harian. Ketika ketegangan di kawasan Timur Tengah meningkat wilayah yang dikenal sebagai lumbung energi global harga minyak mentah dunia langsung melonjak.
Naiknya harga minyak secara otomatis menguntungkan produsen minyak seperti Amerika, terutama melalui ekspor ke negara-negara sekutu yang khawatir akan pasokan dari Timur Tengah.
Perusahaan-perusahaan energi raksasa asal AS seperti ExxonMobil, Chevron, dan ConocoPhillips menikmati kenaikan margin laba yang signifikan, dan kontribusi sektor energi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS kembali menguat. Di saat negara lain khawatir dengan lonjakan harga energi, Amerika justru panen cuan dari lonjakan komoditas.
2. Dolar AS Sebagai Safe Haven Saat Perang
Perang tak hanya membuat harga komoditas naik, tapi juga memperkuat posisi dolar Amerika Serikat. Sejak dimulainya serangan Israel ke Iran pada Jumat (13/6/2025), indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan, menembus level psikologis karena lonjakan permintaan aset safe haven.
Investor global tetap memandang dolar sebagai pelindung nilai utama di tengah ketidakpastian.
Ini membuktikan bahwa meskipun banyak negara mencoba melakukan diversifikasi cadangan devisa, kekuatan geopolitik dan ekonomi Amerika masih menjadikan dolar sebagai rujukan utama dalam kondisi darurat global. Akibatnya, permintaan terhadap obligasi pemerintah AS dan aset berdenominasi dolar meningkat tajam, menekan imbal hasil dan menurunkan biaya pinjaman pemerintah AS.
3. Peningkatan Permintaan Pada Industri Persenjataan AS
Selain produsen minyak terbesar di dunia, Amerika juga merupakan eksportir senjata terbesar di dunia, dan permintaan terhadap alat utama sistem persenjataan (alutsista) melonjak di tengah konflik global.
Menurut SIPRI, Amerika menguasai 43% pangsa pasar ekspor senjata dunia dalam periode 2020-2024, naik dari 35% di periode sebelumnya. Perang Rusia-Ukraina, konflik Gaza, dan eskalasi di Timur Tengah memperbesar permintaan senjata dari negara-negara Eropa, Asia, dan Timur Tengah.
4. Wall Street di Tengah Ketidakpastian Global
Selain sektor riil, pasar modal AS juga ikut mendapat keuntungan dari dinamika geopolitik global.
Saat konflik meningkat, sektor-sektor seperti pertahanan, energi, dan teknologi tinggi mengalami kenaikan tajam. Indeks utama seperti S&P 500, Dow Jones Industrial Average (DJIA), dan Nasdaq menunjukkan performa positif pasca konflik Rusia-Ukraina sampai konflik Israel-Iran.
Nasdaq indeks mengalami kenaikan sebesar 45,82% sejak dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina pada Februari 2022 yang lalu. Sementara DJIA naik sebesar 28,02%
CNBC RESEARCH INDONESIA
(evw/evw)