Tok! The Fed Tahan Suku Bunga, Polemik Pemangkasan Rate Makin Sengit

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% bulan ini. The Fed masih memberikan sinyal pemangkasan dua kali hingga Desember 2025.

The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (19/6/2025). Ini merupakan kali keempat The Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.

Seperti diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.

The Fed dalam pernyataannya memperkirakan inflasi akan tetap tinggi dan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Namun, berdasarkan proyeksi yang ditampilkan dalam "dot plot" Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) masih memperkirakan akan ada dua kali penurunan suku bunga pada tahun ini.

Tujuh dari 12 anggota FOMC kini memperkirakan tidak akan ada pemangkasan suku bunga sama sekali. Jumlah yang memperkirakan tidak ada kenaikan bertambah dari empat orang pada Maret lalu.

Artinya, ada pergeseran sikap sebagian anggota FOMC yang mulai melihat bahwa kondisi ekonomi mungkin tidak mendukung kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Chairman Federal Reserve Jerome Powell dalam konferensi pers setelah pertemuan FOMC mengatakan dia memperkirakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump pada akhirnya akan berdampak pada inflasi yang lebih tinggi. Namun, sejauh ini dampaknya masih belum jelas. Powell menyatakan bahwa hal tersebut harus terlihat terlebih dahulu sebelum The Fed dapat memangkas biaya pinjaman lagi.

"Kita harus mempelajari lebih banyak soal dampak tarif. Kami belum tahu cara yang tepat untuk merespons. Sulit untuk tahu dengan penuh keyakinan bagaimana sebaiknya bereaksi sebelum kita melihat seberapa besar dampaknya," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.

Seperti diketahui, inflasi AS menanjak ke 2,4% (year on year/yoy) pada Mei 2025, dari 2,3% pada April 2025. Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif pada 2 April 2025.

Powell menambahkan inflasi yang mungkin muncul akibat tarif bisa jadi hanya bersifat "sementara", tetapi juga bisa lebih bertahan lama. Ia menyebutkan bahwa tarif sudah mulai berdampak ke seluruh perekonomian.

"Jadi kita mulai melihat beberapa dampaknya. Kami memperkirakan akan ada dampak yang bisa terlhat lagi. Kami telah melihat inflasi barang-barang mulai sedikit naik, dan tentu saja kami memperkirakan itu akan semakin terlihat sepanjang musim panas." Ujarnya.

Dia menjelaskan banyak perusahaan berencana meneruskan sebagian atau seluruh dampak tarif kepada pihak berikutnya dalam rantai distribusi, dan pada akhirnya kepada konsumen sehingga harga barang terkerek.

Dot Plot Terbaru, Suara The Fed Terpecah Soal Suku Bunga

Dot plot terbaru FOMC masih memperkirakan akan ada dua kali penurunan suku bunga pada 2025.

Namun, tujuh dari 19 anggota FOMC kini memperkirakan tidak akan ada pemangkasan suku bunga sama sekali. Jumlah yang memperkirakan tidak ada kenaikan bertambah dari empat orang pada Maret lalu.

Artinya, ada pergeseran sikap sebagian anggota FOMC yang mulai melihat bahwa kondisi ekonomi mungkin tidak mendukung kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Komite FOMC juga memangkas satu kali pemangkasan yang sebelumnya diproyeksikan untuk 2026 dan 2027, sehingga total pemangkasan suku bunga di masa depan diperkirakan hanya empat kali, atau setara satu poin persentase penuh.

Dot plot ini menunjukkan ketidakpastian yang berlanjut di kalangan pejabat Fed mengenai masa depan suku bunga. Terlihat adanya perbedaan pandangan yang lebar, dengan proyeksi tingkat suku bunga sekitar 3,4% pada 2027.

Berikut gambaran dokumen dot plot terbaru:

Sebagai catatan, dot plot adalah dokumen berisi grafik yang diterbitkan oleh The Fed saat mereka merilis proyeksi ekonomi (biasanya empat kali setahun).

Grafik ini menunjukkan perkiraan masing-masing anggota FOMC tentang level suku bunga acuan (Federal Funds Rate) di masa depan. Setiap titik (dot) pada grafik mewakili perkiraan satu anggota FOMC tentang berapa suku bunga acuan pada akhir tahun tertentu.

Selain suku bunga, dokumen dot plot menunjukkan pejabat The Fed melihat adanya tekanan stagflasi yang berlanjut. Produk domestik bruto (PDB) AS diperkirakan hanya tumbuh 1,4% pada 2025 dan inflasi mencapai 3%.

Proyeksi terbaru ini, dibandingkan dengan pembaruan pada Maret lalu, menunjukkan penurunan 0,3 poin persentase untuk PDB dan kenaikan 0,3 poin persentase untuk indeks harga konsumsi pribadi (PCE).

Pernyataan FOMC tidak banyak berubah dari pertemuan Mei. Secara umum, ekonomi tumbuh pada laju yang solid, dengan tingkat pengangguran rendah dan inflasi sedikit meningkat.

Selain itu, komite mengindikasikan kekhawatiran yang lebih kecil terhadap gejolak ekonomi dan ketidakpastian kebijakan perdagangan Gedung Putih.

"Ketidakpastian tentang prospek ekonomi telah berkurang tetapi tetap tinggi. Komite tetap waspada terhadap risiko pada kedua sisi mandat gandanya," kata komite dalam dokumen The Fed.

Perang Dagang dan Ketegangan di Timur Tengah

Dalam pernyataan kebijakan terbarunya, The Fed mengatakan bahwa ketidakpastian telah berkurang. Hal ini mencerminkan meredanya ketegangan dagang dari puncaknya pada awal April ketika Trump mengumumkan lonjakan tarif.

Pemerintahan Trump menangguhkan kebijakan tarif resiprokal selama 90 hari dan kini terus melakukan negoisasi kesepakatan dagang.

Menteri Keuangan Scott Bessent pekan lalu mengatakan bahwa Trump kemungkinan akan kembali menunda tarif tersebut untuk negara-negara yang sedang aktif bernegosiasi dengan pemerintahannya.

Terkait memanasnya kondisi Timur Tengah, pejabat The Fed cenderung menunggu lebih lama demi mendapatkan kejelasan dan memastikan apakah konflik yang sedang berkembang di Timur Tengah akan makin tak terkendali.

Konflik Israel-Iran yang pecah pekan lalu telah meningkat dalam beberapa hari terakhir, dengan Amerika Serikat mempertimbangkan keterlibatan militer.

Konflik ini sudah menyebabkan lonjakan harga minyak global, yang dapat berdampak pada harga di AS jika pasokan energi global terus terganggu. Namun, meski harga energi di AS naik, The Fed kemungkinan besar tidak akan langsung kembali menaikkan suku bunga.

Sebagai dampak perang, Powell mengatakan harga energi akan naik untuk sementara.

"Pada 1970-an... kita mengalami serangkaian guncangan yang sangat besar, tetapi kita belum melihat hal seperti itu sekarang. Saat ini perekonomian AS jauh lebih sedikit bergantung pada minyak asing," kata Powell.

The Fed juga memantau rancangan undang-undang pajak dan belanja pemerintah yang diajukan presiden, yang saat ini sedang dikaji Senat. Ketentuan dalam versi megabill Trump yang disetujui DPR diperkirakan akan mendorong ekonomi sebesar 0,8% dalam kurun waktu sekitar tiga decade.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |