Jakarta -
Kasus COVID-19 kembali meningkat seiring munculnya varian baru yang disebut Nimbus, dengan nama resmi NB.1.8.1. Varian ini ditetapkan sebagai varian under monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hingga 18 Mei 2025, sebanyak 518 sekuens NB.1.8.1 telah dikirimkan ke GISAID dari 22 negara, mewakili 10,7 persen dari total sekuens global yang tersedia pada minggu epidemiologi ke-17, yakni 21-27 April tahun 2025. Meskipun tergolong rendah, prevalensi ini meningkat signifikan dari 2,5 persen, empat minggu sebelumnya pada minggu epidemiologi ke-14, yakni periode 31 Maret-6 April 2025.
Antara minggu epidemiologi ke-14 dan ke-17 tahun 2025, prevalensi NB.1.8.1 meningkat di ketiga wilayah WHO, yakni dari 8,9 menjadi 11,7 persen di Wilayah Pasifik Barat (WPR), dari 1,6 menjadi 4,9 persen di Wilayah Amerika (AMR), dan dari 1,0 menjadi 6,0 persen di Wilayah Eropa (EUR).
Sementara itu, hanya terdapat 5 sekuens NB.1.8.1 dari Wilayah Asia Tenggara (SEAR), dan belum ada dari Wilayah Afrika (AFR) maupun Wilayah Mediterania Timur (EMR).
Vaksin COVID-19 yang saat ini disetujui diperkirakan tetap efektif terhadap varian ini, baik untuk mencegah gejala maupun penyakit berat.
"Meskipun terdapat peningkatan kasus dan rawat inap secara bersamaan di beberapa negara tempat NB.1.8.1 menyebar luas, data saat ini tidak menunjukkan bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar," demikian kata WHO, dikutip dari laman resminya, Selasa (10/6/2025).
Apa Itu NB.1.8.1 atau Varian Nimbus?
Dikutip dari Health, varian Nimbus atau NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi pada akhir Januari 2025. Varian ini merupakan subvarian Omicron JN.1 dan telah mengalami peningkatan tajam dalam kasus global beberapa minggu terakhir.
Menurut Kepala Pengendalian Infeksi di Tufts Medicine, Shira Doron MD, varian tersebut secara genetik berbeda dari strain dominan saat ini LP.8.1. Perbedaan itu bisa jadi penting, karena NB.1.8.1 bukan bagian dari 'sup subvarian"' yang umum terlihat di AS dalam beberapa tahun terakhir.
"Meski begitu, varian Omicron baru tampaknya berevolusi menjadi lebih mirip satu sama lain, "katanya Doron, yang dapat mengurangi risiko pergeseran besar dalam penyakit tersebut.
NEXT: Negara yang melaporkan NB.1.8.1 dan Gejalanya
Negara yang Melaporkan NB.1.8.1 atau Varian Nimbus
Varian COVID-19 NB.1.8.1 telah diidentifikasi di AS sejauh ini, menurut juru bicara The Center for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Akan tetapi, varian tersebut telah terdeteksi pada pelancong internasional di bandara di California, Washington, Virginia, dan New York City.
Secara global, varian ini telah menyebar dengan cepat di China dan Hong Kong. Hingga 28 Mei, NB.1.8.1 telah ditemukan di 22 negara. B
Gejala NB.1.8.1 atau Varian Nimbus
Beberapa pasien yang terpapar varian tersebut dapat mengalami gejala berikut.
- Demam atau menggigil
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Hidung tersumbat
- Kelelahan
- Kesulitan bernapas
- Diare
Benarkah Varian NB.1.8.1 Lebih Menular?
Seorang ahli virus dari Universitas Griffith di Australia, Lara Herrero, menduga varian NB.1.8.1 lebih mudah menyebar daripada varian lainnya. Hal ini dikarenakan varian tersebut memiliki afinitas pengikatan terkuat terhadap reseptor ACE2 manusia dari beberapa varian yang diuji.
"Dengan menggunakan model berbasis laboratorium, para peneliti menemukan NB.1.8.1 memiliki afinitas pengikatan terkuat terhadap reseptor ACE2 manusia dari beberapa varian yang diuji, yang menunjukkan bahwa ia dapat menginfeksi sel lebih efisien daripada strain sebelumnya," tulis Dr Herrero bulan lalu di The Conversation, dikutip dari The Independent.
Senada, Dr Chun Tang, Dokter Umum di pusat layanan kesehatan swasta Inggris Pall Mall Medical, mengatakan, NB.1.8.1 tidak terlalu berbeda dari varian sebelumnya. Akan tetapi, ada beberapa perubahan pada protein lonjakannya, yang mungkin membuat varian tersebut menyebar lebih mudah atau lolos dari sebagian kekebalan yang sudah ada.
"Meskipun demikian, tanda-tanda awal menunjukkan bahwa penyakit ini tampaknya tidak menyebabkan penyakit yang lebih serius, tetapi tentu saja, kami masih mempelajarinya lebih lanjut," katanya.