Mencengangkan! Impor Lada RI Meledak 1.000.000% Lebih

7 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia-  Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu penghasil lada utama, dengan sejarah perdagangan rempah yang sudah berlangsung sejak abad ke-16. Namun kini, narasi kejayaan itu terguncang.

Untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, Indonesia mencatatkan lonjakan impor lada yang tak lazim, lebih dari satu juta persen hanya dalam waktu lima bulan pertama 2025.

Fenomena ini tidak bisa dibaca hanya dari sisi perdagangan, ini merupakan sinyal kuat bahwa ada yang tidak beres di hulu pertanian kita.

Ketika produsen justru menjadi importir, maka yang sedang kita saksikan bagaikan potret nyata lemahnya keberpihakan pada petani lada lokal. Dan celah ini tampaknya dimanfaatkan oleh pemain-pemain besar untuk mendatangkan lada dari luar negeri, entah demi menambal pasokan, mencari harga yang lebih murah, atau mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kebijakan produksi yang tak berkelanjutan.

Impor lada Indonesia melonjak tajam pada awal 2025. Data dari Satudata Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa dalam periode Januari-Mei 2025, volume impor lada putih 6,46 ton atau melonjak 645.500%. Lonjakan luar biasa juga terekam melalui sisi nilai.
Nilai impor lada putih pada Januari-Mei menembus US$ 0,05041 juta atau melonjak 1.260.111,2%.

Lonjakan ini mengundang tanda tanya besar. Bagaimana mungkin Indonesia yang dikenal sebagai salah satu produsen utama lada dunia justru mengimpor dalam jumlah besar?

Sementara itu, tren produksi lada nasional menunjukkan penurunan dalam lima tahun terakhir.

Produksi menurun lebih dari 13 ribu ton dalam kurun 2019-2023, yang mencerminkan tekanan terhadap petani lada lokal. Faktor seperti cuaca ekstrem, hama, perubahan alih fungsi lahan, serta rendahnya harga jual di tingkat petani membuat budidaya lada makin tidak menarik.

Lonjakan impor ini dapat mencerminkan dua sisi.

Seperti turunnya produksi domestik dan lemahnya insentif bagi petani.
Penurunan produksi membuka celah suplai yang diisi dengan produk impor, apalagi jika kebutuhan industri atau re-ekspor meningkat.

Lalu adanya kemungkinan praktik importasi ulang (re-import atau re-export).
Ada kemungkinan bahwa sebagian lada yang masuk kembali diolah atau dicampur sebelum diekspor ulang. Namun hal ini masih perlu pendalaman dari sisi pelaku usaha dan regulator.

Lada merupakan penanda warisan agrikultur Indonesia. Melemahnya produksi dalam negeri dan naiknya impor bisa jadi sinyal genting bahwa kebijakan perdagangan nasional perlu dievaluasi ulang terutama insentif bagi petani, dukungan teknologi, serta proteksi dari fluktuasi harga dunia.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |