Negeri Kaya Energi dan Mineral, Tapi jadi Ladang para Serakah?

9 hours ago 5

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Bayangkan sebuah negeri yang tanahnya menyimpan emas, nikel, gas, dan batu bara dalam jumlah melimpah. Negeri yang begitu diberkahi kekayaan alam, tapi justru banyak rakyat hidup dalam kemiskinan.

Di mana jalan-jalan kampung tambang tetap berlubang, sekolah reyot berdiri di atas tanah miliaran rupiah, dan anak-anak menghirup debu setiap hari. Ironi ini terlalu terang untuk disangkal.

Indonesia seharusnya jadi raksasa energi dunia. Tapi di balik laporan penerimaan negara, terselip praktik-praktik yang memperkaya segelintir orang.

Skema dagang lintas negara, rekayasa dokumen, permainan kualitas, semuanya terjadi di balik layar yang rapi. Ini bukan sekadar bisnis, ini pengkhianatan terhadap rasa keadilan dan akal sehat.

Ada kasus di mana batu bara berkualitas rendah dijual dari Indonesia ke luar negeri seharga US$28 per ton. Di tangan perantara, batu bara ini di-'upgrade' jadi batu bara kalori tinggi dan dijual ulang ke pembeli negara lain seharga US$92 per ton.

Satu selisih, satu trik, satu bohong kecil, menghasilkan untung tiga kali lipat. Jika setiap tahun negara mitra mengekspor 100 juta ton batu bara dari Indonesia, dan terdapat selisih harga sebesar US$20 hingga US$60 per ton, maka ada potensi keuntungan sebesar US$2 miliar hingga US$6 miliar per tahun.

Dalam rentang waktu 20 tahun, total selisih harga ini bisa mencapai antara US$40 miliar hingga US$120 miliar atau senilai Rp 1.800 triliun. Keuntungan itu mungkin hanya dinikmati oleh para makelar di dua negara yang bermain dalam diam.

Ini bukan sekadar dugaan. Ini cerminan dari pola yang terus berulang, berjalan dalam senyap, dan dibiarkan tanpa koreksi yang tegas. Dan ini bukan persoalan individu semata. Ini menyentuh sistem yang kompleks, dengan celah-celah yang dimanfaatkan dalam berbagai lini.

Ada tantangan besar dalam memastikan bahwa tata kelola berjalan sebagaimana mestinya. Kadang, kealpaan bukan karena niat, tapi karena sistem pengawasan yang belum cukup kuat mengimbangi kepentingan yang bermain di balik layar.

Presiden sudah menyebut istilah mazhab "serakahnomics". Prabowo tidak diam karena dalam pidato yang sama beliau tidak akan membiarkan kekayaan dikuasai oleh pelaku "serakahnomics" atau tidak ingin sektor ESDM jadi ATM para elite.

Beliau akan menjaga sumpah jabatannya melaksanakan amanat UUD 1945. Ini bukan cuma soal tambang. Ini soal nasib bangsa. Soal siapa yang sebenarnya berdaulat atas bumi ini.

Saatnya negara bukan sekadar hadir. Tapi hadir dengan keberanian. Dengan taring. Karena sejarah tak mencatat mereka yang diam, tapi mereka yang berani melawan arus keserakahan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |