Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan aturan baru terkait rencana pemungutan pajak terhadap pedagang platform e-commerce seperti Shopee,Tokopedia, TikTok dan sebagainya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli menjelaskan, bahwa pihaknya tengah membahas terkait menunjuk platform sebagai pihakpemungut Pajak Penghasilan (PPh).
"Saat ini, ketentuan mengenai penunjukan platform e-commerce sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan (PPh) memang sedang dalam pembahasan kami," ujar Rosmauli kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/6/2025).
Kendati demikian, Rosmauli menjelaskan bahwa pemungutan pajak tersebut bukanlah bentuk penerimaan pajak terbaru. Melainkan penyederhanaan dari mekanisme pembayaran yang sudah ada.
"Prinsipnya ini bukan merupakan pajak baru hanya penyederhanaan mekanisme pembayaran pajak saja," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Pemerintah akan meminta platform e-commerce untuk harus memotong dan menyetorkan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan para pelapak dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta sampai Rp 4,8 miliar.
Besaran tarif itu serupa dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% dari omzet.
Disebutkan juga bahwa Kementerian Keuangan pernah memperkenalkan peraturan serupa pada akhir 2018, yang mengharuskan semua operator e-commerce untuk membagikan data penjual dan meminta mereka untuk membayar pajak atas pendapatan penjual. Namun, ketentuan itu akhirnya dicabut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tiga bulan setelah mendapat reaksi dari industri.
Ketentuan saat itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce), yang dicabut dengan PMK No. 31/PMK.010/2019.
Terlepas dari itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto saat sesi tanya jawab dalam Konferensi Pers realisasi APBN edisi Mei 2025 pada 17 Juni 2025 telah menyinggung soal rampungnya ketentuan baru terkait dengan pemajakan atas transaksi digital. Namun, ia tak memberi penjelasan lebih detail terkait itu.
"Beberapa kerangka regulasi yang terkait dengan pemajakan transaksi digital itu sudah kami selesaikan dan nanti akan kami sampaikan lebih detail," ucap Bimo kala itu.
Ia hanya menegaskan bahwa ketentuan baru terkait perpajakan itu diarahkan untuk meningkatkan rasio perpajakan atau tax ratio, sebagaimana menjawab pertanyaan terkait apa upaya yang akan dilakukannya setelah mendapat peran baru sebagai dirjen pajak untuk meningkatkan tax ratio selain dari sisi Coretax.
"Tentu ada guidance yang sudah kami komitmen kan dalam UU APBN, jadi bagaimana kita akan meningkatkan ekstensifikasi dan intensifikasi," tegasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek! Ini Golongan Karyawan Dapat Pembebasan PPh 21 Tahun Ini