Tsunami Kelaparan: RIbuan Anak Gaza Tewas Karena Kurang Gizi

13 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Derita anak Palestina di Gaza semakin menyedihkan. Di Gaza, anak-anak tak meninggalkan dunia karena virus langka atau senjata, tapi juga karena hal paling kuno, rasa lapar yang menelanjangi tubuh hingga tinggal tulang.

Dalam tiga hari terakhir melansir dari The Japan Times, 21 anak meninggal di rumah sakit Al-Shifa, Al-Aqsa Martyrs, hanya dalam waktu 72 jam karena malnutrisi. Artinya, tujuh anak tewas setiap hari karena kurang gizi.

"Setiap saat, kasus kelaparan baru tiba di rumah sakit kami," kata Mohammed Abu Salmiya, Direktur Al-Shifa, kepada para wartawan. Dia tak lagi bicara soal gelombang pasien, tapi tsunami kematian yang datang dalam hitungan menit. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa "tali-tali kehidupan terakhir yang menjaga orang-orang tetap hidup sedang runtuh."

Seorang gadis pengungsi Palestina menggendong seorang anak saat dia berjalan di tenda kamp pada hari hujan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 6 Mei 2024. (REUTERS/Mohammed Salem)Foto: Seorang gadis pengungsi Palestina menggendong seorang anak saat dia berjalan di tenda kamp pada hari hujan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 6 Mei 2024. (REUTERS/Mohammed Salem)
Seorang gadis pengungsi Palestina menggendong seorang anak saat dia berjalan di tenda kamp pada hari hujan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 6 Mei 2024. (REUTERS/Mohammed Salem)

Gaza, dengan 2 juta jiwa yang terjebak dalam blokade, kini merasakan kelaparan yang lebih sunyi tapi lebih brutal dari dentuman rudal.

Sejak gencatan senjata enam pekan gagal diperpanjang dan Israel memberlakukan blokade penuh pada 2 Maret 2025, truk bantuan hanya diperbolehkan masuk dalam jumlah yang nyaris simbolik.

Stok pangan yang sempat menumpuk selama masa gencatan habis perlahan, hingga wilayah yang sejak Oktober 2023 dibombardir ini mengalami kekurangan terparah dalam sejarah konflik. Direktur World Food Program, Carl Skau, yang mengunjungi Gaza pada awal Juli, tak menemukan kata lain selain "terburuk yang pernah saya lihat."

Data WHO sendiri menunjukkan lebih dari 50 anak meninggal karena malnutrisi sejak awal pengepungan.

UNRWA badan PBB untuk pengungsi Palestina sudah memeriksa lebih dari 242.000 anak di bawah usia lima tahun, dan satu dari sepuluh dinyatakan malnutrisi. Mereka bukan sekadar angka.

Mereka adalah Ahlam, bayi tujuh bulan yang keluarganya berpindah tempat setiap bulan demi keselamatan yang tak pernah ada. Dia kini terbaring lemah, sistem imunnya rusak oleh trauma, air kotor, dan hampir tanpa makanan. "Ahlam bisa bertahan hidup... tapi akankah ia benar-benar selamat?" tulis Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA, dalam kesaksiannya.

Sementara itu, antrian bantuan justru berubah menjadi barisan kematian. Dalam beberapa pekan terakhir, hampir 900 warga Gaza tewas saat berusaha mendapatkan makanan sebagian besar di pusat bantuan swasta.

Minggu lalu, delapan anak yang tengah menunggu perawatan malnutrisi tewas ketika klinik mereka dibom.

Ironisnya, solusi sebenarnya bukan sebuah misteri. Di luar Gaza, lebih dari 6.000 truk penuh makanan, obat, dan sabun menunggu izin masuk.

UNRWA memiliki lebih dari 1.000 tenaga kesehatan yang siap menangani anak-anak kurus kering ini. Semua itu bisa mencegah kematian bayi seperti Ahlam dan Salam, yang sudah terlalu lemah saat tiba di klinik. Tapi blokade tetap berdiri, seperti tembok tak kasatmata yang membunuh lebih banyak dari bom.

Kini pertanyaannya menggantung di udara seperti asap perang, berapa banyak lagi anak yang harus mati kelaparan sebelum dunia bergerak?

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |