Ekonomi Tak Pasti, Obligasi Jadi Produk Investasi Paling Laku

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Obligasi menjadi pilihan investasi yang laris dibeli masyarakat, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Bahkan, instrumen tersebut juga digemari oleh masyarakat kelas menengah atas.

Hal ini tercermin dari nasabah PT Bank DBS Indonesia. Head of Investment and Insurance Product, Consumer Banking Group of Bank DBS Indonesia, Djoko Soelistyo mengatakan para nasabah saat ini memiliki minat yang tinggi pada produk yang memberikan hasil yang teratur.

"Sejujur-jujurnya, saat ini produk yang memang paling digemari adalah produk yang memberikan income secara regular," kata Djoko saat Media Briefing DBS Treasures di Hotel Four Seasons, Kamis (19/6/2025).

Dalam hal ini, ia menyebut obligasi menjadi produk yang paling laku. Djoko mengatakan itu lumrah, sebab imbal hasil yang ditawarkan tinggi, sekitar 6,7%-6,8% untuk jangka waktu 10 tahun. Belum lagi, pajak dari instrument tersebut kecil, hanya 10%.

"Jadi itu membuat banyak investor yang tertarik untuk investasi obligasi dari segala kalangan," ucap Djoko.

Maka demikian, bank asal Singapura tersebut memperbanyak produk-produk berbasis obligasi atau fixed income. Djoko mengatakan produk itu baik yang berbasis lokal maupun obligasi syariah dari offshore.

Selanjutnya, produk terstruktur, yakni instrumen berupa gabungan deposito dan sebagian derivatif. Djoko mengatakan DBS Indonesia menyediakan produk terstruktur yang berbasis mata uang asing ataupun suku bunga.

"Dan ternyata itu banyak peminatnya juga. Bahkan kita mengalami pertumbuhan diatas dua kali lipat daripada tahun sebelumnya untuk pertumbuhan produk terstruktur," ungkap Djoko.

Ketiga, produk reksa dana menjadi pilihan yang banyak diminati masyarakat. Djoko mengatakan utamanya reksa dana berbasis fixed income dan membagikan dividen secara teratur, mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi ketimbang reksa dana lainnya.

Adapun DBS Indonesia mencatatkan pertumbuhan asset under management (AUM) investasi sebesar 18% secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal I-2025.

"Dan kalau kami melihat trendnya sekarang, tampaknya dengan animo yang masih tinggi terhadap produk fixed income terutama, harusnya sih bisa [tumbuh] lebih tinggi dari angka tersebut untuk tahun ini," pungkas Djoko.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Saham atau Reksa Dana, Mana Investasi yang Lebih Cocok Buat Kamu?

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |