Terungkap Lewat Studi, Pola Tidur Seperti Ini Berisiko Kena 172 Penyakit

2 days ago 5
Jakarta -

Para ahli sepakat bahwa tidur selama tujuh hingga sembilan jam per malam merupakan durasi ideal bagi sebagian besar orang dewasa. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kualitas tidur tidak hanya ditentukan oleh kuantitas, tetapi juga oleh konsistensi dan ketepatan waktu tidur.

Dalam sebuah studi besar yang dipimpin oleh tim dari Peking University dan Army Medical University, ditemukan ketidakteraturan pola tidur berkaitan dengan peningkatan risiko terhadap 172 jenis penyakit.

Dikutip laman New York Post, para peneliti menganalisis data dari UK Biobank selama hampir tujuh tahun, yang melibatkan 88.461 orang dewasa dengan usia rata-rata 62 tahun. Analisis ini mencakup berbagai aspek tidur, seperti durasi tidur malam, waktu mulai tidur, ritme tidur, hingga tingkat fragmentasi atau gangguan tidur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari laman Times of India, penelitian yang dipimpin oleh Dr Qing Chen dari Universitas Kedokteran Militer Ketiga China menemukan pola tidur yang tidak teratur dan terfragmentasi berkaitan dengan 172 penyakit, seperti:

-Risiko penyakit parkinson 37 persen lebih tinggi
-Risiko diabetes tipe 2 36 persen lebih tinggi
-Risiko gagal ginjal akut 22 persen lebih tinggi

Gangguan tidur juga melipatgandakan risiko kelemahan orang dewasa yang lebih tua dan melipatgandakan risiko timbulnya gangren. Gangren adalah kematian jaringan tubuh akibat kurangnya aliran darah.

"Beberapa penyakit umum menunjukkan risiko yang bisa dikaitkan dengan risiko yang cukup besar, seperti penyakit Parkinson, penyakit jantung paru, diabetes melitus tipe 2, obesitas, tirotoksikosis (hipertiroidisme), dan inkontinensia urine," tulis para peneliti.

"Temuan kami menggarisbawahi pentingnya keteraturan tidur yang seringkali terabaikan," kata penulis senior dalam studi, Prof Shengfeng Wang.

Menurutnya, sudah saatnya para peneliti memperluas definisi tidur yang baik, bukan hanya terkait durasinya.

"Studi ini berkontribusi pada semakin banyaknya bukti yang mendukung peran penting tidur sebagai faktor risiko utama yang bisa dimodifikasi dalam berbagai gangguan medis, terutama di usia paruh baya hingga akhir hayat," tutur Asisten profesor dan direktur lab Cognition, Aging, Sleep, and Health (CASH) di University of South Florida, Ashley Curtis, PhD.

"Namun, studi ini juga menekankan cara kita mengukur tidur berpengaruh terhadap kesimpulan yang kita buat mengenai dampaknya terhadap kesehatan sepanjang hidup," dia menambahkan.

Kendati demikian, para peneliti mencatat adanya beberapa keterbatasan utama dalam penelitian ini. Hal yang paling umum adalah sebagian besar peserta berusia paruh baya atau lanjut usia. Mereka lebih rentan terkena penyakit tertentu.

Ashley mencatat bahwa dalam penelitian ini, waktu tidur hanya diukur dalam satu periode selama tujuh hari, tanpa mempertimbangkan variabilitas pola tidur dari waktu ke waktu.

"Selain itu, terdapat kurangnya pertimbangan terhadap gangguan tidur, seperti insomnia atau sleep apnea,: layata Ashley.

Mengingat kedua gangguan tidur ini sangat umum dialami oleh populasi lanjut usia, diperlukan penelitian lebih lanjut mencakup penilaian klinis yang lebih komprehensif. Hal tersebut bisa sepenuhnya menjelaskan hubungan profil antara gangguan tidur dan risiko komorbiditas medis lainnya.

Meski anjuran untuk tidur 7-9 jam per malam bermanfaat, studi ini menekankan waktu tidur dan konsistensi jadwal tidur mungkin jauh lebih penting. Orang dengan waktu tidur tak menentu dan rutinitas tidak konsisten akan mengalami dampak kesehatan yang jauh lebih buruk, meski mendapat total jam tidur yang cukup.

(elk/suc)


Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |