Ciri-ciri Orang Kecanduan Judol Menurut Ahli Jiwa, Dampaknya Serius ke Mental

17 hours ago 3

Jakarta -

Masalah judi online (judol) seakan sudah menjadi bencana nasional. Tak sedikit orang yang terjerat masalah judol hingga melakukannya berulang kali, seakan tidak kapok meski sudah kalah dan mengalami kerugian finansial yang tidak sedikit.

Sebenarnya apa yang membuat pelaku judol sulit untuk kapok? Dokter spesialis kejiwaan yang menangani pasien judol di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ menuturkan kecanduan judol itu seperti kecanduan narkoba.

Pasien seringkali merasakan kecemasan dan gelisah ketika bermain judol. Oleh karena itu, pasien tahap lanjut biasanya akan memerlukan perawatan lanjutan termasuk terapi psikoterapi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dr Siste, perlu ada transmagnetic stimulation (terapi non-invasif untuk merangsang sel-sel otak) yang diberikan untuk mengaktifkan stop sistem di otak.

"Pada saat orang itu sudah kecanduan judi, ada area bagian otak depan namanya prefrontal cortex, maka pada saat itu kehilangan kendali perilaku terjadi. Artinya pada saat aku harus berhenti, ini karena aku sudah kalah Rp 5 miliar, dia mau berhenti tapi otaknya tidak bisa berhenti untuk main judi," ujar dr Siste dalam sebuah kesempatan.

Efek ke Kesehatan Mental

Kecanduan judol sangat berpengaruh pada kondisi psikis. Selain itu, orang yang kecanduan judol biasanya juga lebih rentan mengalami kecemasan hingga heart rate atau denyut jantung yang lebih cepat.

Pada kasus yang parah, pasien kecanduan judol juga bisa mengalami depresi berat hingga muncul keinginan untuk bunuh diri.

"Dia gemetar atau denyut nadinya meningkat itu bisa terjadi. Tidak ada halusinasi, tapi tadi ditanya level stresnya, yang sudah mengalami kecanduan itu bisa sampai depresi berat akibat tidak bisa berhenti dari siklus lingkaran setannya. Misalnya dia judi, kalah, lalu dia pinjol (pinjaman online)," ucap dr Siste.

"Lalu, pinjolnya harus dibayar, judi lagi, kalah, pinjol lagi. Menang sedikit, main lagi, kalah besar, pinjol lagi," sambungnya.

Keluarga Juga Jadi Korban

Keluarga juga bisa menjadi korban dari aksi pasien yang ketergantungan judol. Orang terdekat seperti keluarga bisa mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi, lantaran biasanya keluarga ikut menanggung hutang yang dimiliki pasien.

Ini juga ditambah teror yang mungkin dialami keluarga ketika ada hutang judol. Keluarga akhirnya terpaksa membayar hutang agar tidak diteror lagi.

"Kadang yang terjadi gangguan depresinya pada keluarga duluan, tapi yang mengalami judi online justru tidak depresi. Dia merasa tidak bermasalah karena bisa mendapatkan uang dari keluarga," dr Siste.

dr Siste menuturkan keluarga yang ikut mengalami masalah kesehatan mental juga harus mendapatkan pertolongan dari dokter jiwa atau psikolog. Ia menambahkan, ketika keluarga depresi, mereka juga tak bisa berpikir rasional dengan menolong anggota keluarga yang kecanduan judol.

"Jadi harus dibawa berobat. Menghindari depresi bukan berhenti melunasi hutang. Melunasi hutang saja itu tidak menghentikan perilaku judi, sehingga gangguan depresi pada keluarga bisa berlanjut dan semakin berat. Depresi pada keluarga ini harus dihindari, diobati, diringankan dengan berbagi beban pada tenaga profesional," ujar dr Siste.

"Karena dengan keluarga saja tidak bisa stop kecanduan judinya. Benar, depresi itu lebih sering terjadi pada keluarga," sambungnya.

Ciri-ciri Kecanduan Judol

Spesialis kejiwaan dr Lahargo Kembaren, SpKJ dalam kesempatan berbeda mengungkapkan ada beberapa ciri seseorang sudah kecanduan judol, tapi sering diabaikan. dr Lahargo menyebut gangguan kejiwaan ini disebut gangguan kompulsif judi patologis.

Biasanya, pasien mengalami setidaknya 5 dari 9 kriteria berdasarkan Diagnostic Statistical Manual (DSM V), yang meliputi:

  • Keinginan untuk berjudi dengan jumlah yang semakin bertambah besar untuk mendapatkan kenikmatan yang diharapkan.
  • Menjadi gelisah, sensitif dan mudah tersinggung saat berusaha mengurangi atau memberhentikan perilaku berjudi.
  • Selalu gagal dalam usaha mengurangi dan memberhentikan perilaku berjudi.
  • Selalu berpikir untuk bermain judi karena adanya sugesti pengalaman berjudi sebelumnya dan selalu berusaha untuk mendapatkan uang yang akan dipakai untuk berjudi.
  • Melakukan perilaku berjudi saat sedang stres, cemas, gelisah, bersalah dan tertekan.
  • Setelah kehilangan uang yang banyak karena berjudi kembali lagi melakukannya dengan harapan mendapatkan kembali uangnya yang hilang karena berjudi.
  • Berbohong, manipulatif bahwa telah terlibat dalam judi.
  • Mengalami masalah dalam relasi, pekerjaan, akademik, karir, dan kesempatan karena perilaku judi yang dilakukan.
  • Bergantung pada orang lain untuk mengatasi masalah finansial yang diakibatkan oleh judi.

"Saat ini Indonesia masuk fase darurat kecanduan judi karena sudah sangat maraknya kasus judi baik konvensional atau online yang meresahkan di masyarakat. Indonesia masuk pada negara yang tertinggi kasus judi online-nya," kata dr Lahargo.


(avk/kna)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |