Jakarta -
Meski upaya percepatan penurunan stunting telah dilakukan secara masif, angka stunting di Indonesia relatif masih tinggi, yaitu 19,8 persen pada 2024, turun tipis dari 21,5 persen di 2023. Bila dirinci, sekitar 4,4 juta balita masih mengalami gangguan pertumbuhan ini.
Hal yang kemudian mencemaskan, kasus stunting paling banyak terjadi setelah bayi memasuki usia 12 bulan, masa transisi dari ASI eksklusif ke makanan pendamping.
Walau lebih banyak terjadi di rentang usia tersebut, Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof Dr dr Yudi Mulyana Hidayat SpOG menekankan pemicu stunting tidak terjadi dalam hitungan hari maupun satu dan dua bulan. Asupan nutrisi dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) punya pengaruh yang signifikan, termasuk ketika janin berada dalam kandungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktanya, hampir 80 persen ibu hamil di Indonesia mengalami anemia, kondisi kekurangan sel darah merah yang menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin terganggu.
"Anemia itu kekurangan darah. Padahal darah adalah media utama pengantar nutrisi dari ibu ke janin. Kalau 'pengantarnya' buruk, pertumbuhan janin otomatis terhambat, berdampak pada perkembangan bayi yang risikonya berpotensi ke stunting dan kondisi bayi berat lahir rendah (BBLR)," ujar Prof Yudi saat ditemui detikcom di Bandung, Jumat (17/7/2025).
Pencegahan stunting sejak kehamilan sangat penting karena stunting dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang serius pada pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun kognitif.
Dampak ini termasuk pertumbuhan fisik yang terhambat, keterlambatan perkembangan otak, penurunan fungsi kognitif, serta peningkatan risiko penyakit kronis di kemudian hari. Oleh karena itu, intervensi gizi dan kesehatan yang optimal sejak masa kehamilan sangat krusial untuk mencegah stunting dan memastikan anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pertumbuhan janin dipengaruhi secara signifikan oleh status gizi ibu sejak trimester pertama. Pada masa ini, organ-organ penting, termasuk otak, mulai terbentuk. Kekurangan gizi pada periode ini bisa menyebabkan keterlambatan perkembangan otak dan sistem saraf bayi.
"Kalau saat pembentukan otak saja gizinya tidak cukup, bagaimana otaknya bisa berkembang optimal? Ini berdampak jangka panjang pada kecerdasan anak," lanjutnya.
Pada trimester kedua dan ketiga, terjadi proses perkembangan dan pematangan organ, seperti hati, paru-paru, dan ginjal. Jika kebutuhan nutrisi lagi-lagi tidak tercukupi, bayi bisa mengalami kondisi berat badan lahir rendah (BBLR), dan dalam jangka panjang masuk kategori stunting.
Banyak ibu hamil di Indonesia menurutnya mengalami hiperemesis gravidarum, yaitu mual dan muntah parah di awal kehamilan. Ini disebabkan oleh tingginya hormon beta-HCG. Walhasil, sulit makan dan minum, sehingga asupan protein juga kalori menurun drastis.
Padahal, protein sangat penting untuk pembentukan sel-sel tubuh dan otak bayi. Oleh karena itu, ibu hamil perlu mengonsumsi sumber protein hewani dan nabati secara seimbang, yang tidak melulu didapatkan dari satu sumber.
"Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan otak bayi, pertumbuhan badan bayi, dan lain sebagainya. Kalau asupan ini kurang, tentu pertumbuhan bayi jadi terhambat, pertumbuhan otak juga terhambat," jelas Prof Yudi.
Mengingat, Indonesia kaya dengan sumber pangan tinggi protein, termasuk ikan, telur, daging-dagingan. Asupan protein dari nabati seperti kacang-kacangan, kedelai, juga bisa menjadi alternatif.
Protein juga bisa didapatkan dari susu ibu hamil, yang juga mengandung berbagai nutrisi penting lain seperti asam folat, kalsium, zat besi, dan vitamin D,
Bertolak dari mitos umum, ibu hamil disebut Prof Yudi tidak perlu makan dengan porsi dua kali lipat, karena tengah mengandung. Terpenting adalah menjaga kualitas gizi seimbang. Takarannya, menurut Prof Yudi, bisa disesuaikan.
"Misalnya satu pertiga porsi protein, satu pertiga lagi buah dan sayur, satu pertiga lainnya karbo, disertai minum yang cukup," saran dia.
Pemeriksaan darah rutin juga penting dilakukan sejak awal kehamilan untuk mengetahui kondisi anemia dan status zat besi.
Pemenuhan gizi wajib terus berlanjut hingga pasca melahirkan. Merujuk Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu dari 11 intervensi spesifik yang wajib dilaksanakan, ASI eksklusif selama enam bulan.
Sayangnya, Survei Status Gizi Indonesia 2024 menunjukkan cakupan ASI eksklusif masih 66,4 persen, di bawah target 80 persen pada 2029 rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
Dihubungi terpisah, Direktur Kesehatan Ibu dan Anak, Kemenkes RI Lovely Daisy menyebut ASI merupakan makanan alami paling sempurna bagi bayi selama 6 bulan pertama kehidupan. Komposisinya memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi dan mengandung:
- Antibodi alami yang memperkuat kekebalan tubuh
- Asam lemak esensial (DHA dan ARA) untuk perkembangan otak dan sistem saraf
- Zat antiinflamasi dan hormon pertumbuhan alami
- Tidak memerlukan sterilisasi atau alat bantu
"Kalau bayi hanya diberi ASI, risiko infeksi turun, perkembangan otak optimal, dan menghemat pengeluaran keluarga dan negara jika dibandingkan dengan minuman selain ASI," tegas Lovely Daisy, kepada detikcom, Jumat (17/7).
ASI sebaiknya diberikan secara langsung dari payudara ibu, bukan lewat botol. Hal ini diyakini bisa menstimulasi hormon prolaktin dan oksitosin demi produksi dan pengeluaran ASI. Meningkatkan bonding emosional antara ibu dan bayi, hingga mengurangi risiko infeksi dari botol atau dot yang tidak steril.
dr Lovely menekankan pemerintah sudah melakukan sejumlah upaya peningkatan ASI eksklusif di Indonesia dengan konseling sejak kehamilan tentang manfaat ASI dan Direct Breast Feeding (DBF), pelibatan keluarga dalam proses menyusui, sampai kampanye media sosial dan komunitas.
Selain itu, pemerintah juga disebutnya berusaha memenuhi kesenjangan jumlah konselor menyusui yang masih kurang di beberapa wilayah.
"Kemenkes telah memiliki platform telekonseling menyusui yang dapat diakses oleh semua ibu menyusui di seluruh Indonesia. Proses telekonseling menyusui akan memudahkan akses proses konseling karena bisa dilaksanakan melalui whatsapp dan video," tuturnya.
Dengan persiapan yang baik, kehamilan tidak perlu lagi menjadi hal yang menakutkan. Jadi, siapa takut menjadi ibu.
(naf/up)